| Sumber Foto : medan.tribunnews.com |
Memang pertarungan pilkada SUMUT begitu sengit, calon Guberur
no urut 1 Edy Rahmayadi dan wakilnya Musa Rajekshah (ERAMAS) sedangkan Cagub no
urut dua meruapakan seorang imigran yaitu Djarot Syaiful dan wakilnya Sihar Sitorus
(Djoss).
Figur Edy tidak lain menggambarkan sosok kepemimpinan yang
tegas, terlihat dari kasus pendemo di halaman kantor DPRD SUMUT. Saat itu ia
masih menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) I bukit barisan, Mayjen Edy
Rahmayadi menarik baju pendemo dan
menampar lengan serta melontarkan kata “Persetan” debarengi dengan kata-kata
lain dengan nada tinggi.
Meski begitu elektabilitasnya pun terus melejit karena
menjabat sebagai ketum PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) diiringi
pula dengan naiknya PSMS Medan yang setelah beberapa dekade tidak terdengar
namanya di kancah nasional.
Tidak lepas dari itu tarikan politik yang kuat bukan sekedar
dari figurnya saja tetapi tidak lain pencalonannya yang diusung oleh berbagai
partai seperti Gerindra, PKS, Golkar, Hanura, PAN dan Nasdem ditambah 2 partai
pendukung yaitu Perindo dan PBB.
Jika dilihat praktek lapangannya untuk kekuatan ERAMAS ini barada
pada mesin partai karena di berbagai daerah sumatra utara partai pendukung
bekerja keras galang dukungan atau kampanya dor
to dor dan menyamakan presepsi untuk memanangkan Bakal Calon no urut 1.
Sebagai orang sumatra sudah pasti persepsinya mengarah pada
ERAMAS daripada Bacol (bakal calon) no urut 2 karena berbagai hal yang tidak
sinkron dengan persepsi masyarakat SUMUT.
Mari kita bahas Bacol no 2 yang hasil quick count (Hitung Cepat) kalah telak dengan Bacol no. urut 1.
Bagaimana dengan presentase Figur penantang Djarot Saiful
Hidayat dan Wakilnya Sihar Sitortus?
Djarot saiful kelahiran Gorontalo merupakan orang yang
berpengalaman di bidang pemerintahan pada tahun 20014-2019 ia berhasil menjadi
anggota DPR RI dengan perolehan 69.053 suara untuk pemilihan jawa Timur VI .
Sebelum menjabat sebagai anggota DPR RI Ia merupakan seorang dosen di
Universitas Surabaya serta menjadi pembantu rektor I pada 1997-1999
di universitas tersebut. Setelah itu ia memlilih menjadi politikus PDIP dan
menyongsong pemilun pada tahun 1999 disusul duduki jabatan DPRD jawa Timur,
jelang pemilihan wali kota Blitar iapun mencalon dan berhasil menjadi wali kota
blitar periode 2000-2005 setelah itu ia mencalonkan kembali dan menuai
keberhasilan dan melanjutkan 2005-2010.
Kerja kerasnya mendapat penghargaan Djarot pernah menerima
Penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah di tahun 2008. Selain
itu, dia juga menerima Penghargaan Terbaik Citizen's Charter Bidang Kesehatan
Anugerah Adipura selama 3 tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2006, 2007, dan
2008.
Perjalanan karirnya tidak semulus jalan tol memang karena
pada tahun 2014 setelah dilantik menjadi wakil gubernur DKI Jakarta mendampingi
Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai gubernurnya, pada saat itulah seorang
jarot mulai di terjang berbagai gempuran dari oposisi pemerintah. Basuki yang
meupakan rivalnya di DKI harus masuk ke bui karena dinilai menistakan agama
Islam dan di vonis dua tahun penjara. Setelah itu ia dilantik presiden Joko Widodo
di Istana Negara pada Kamis, 15 Juni 2017. Ia meruapakan Gubernur DKI ke tiga
setelah awalnya dijabat oleh Jokowi yang kini menjadi Rresiden RI dan kedua
adalah Ahok yang tersandung kasus hukum dan digantikan olehnya.
Berbagai permasalahan kepemimpinan Ahok menarik dan dampak
historisnya dilimpahkan kepada Djarot, seperti sengketa tanah dan penggusuran
tanah di Jakarta, permasalahan merekapun semakin berat karena Ahok
terus-terusan di Demo dengan tuduhan pasal penistaan agama.
Hanya sisa empat bulan jabatan Djarotpun berakhir hingga
mencalonkan kembali menjadi wakil Gubernur DKI mendampingi Ahok (Basuki Tjahaja
Purnama) . Nama Djarotpun semakin tenggelam setelah kalah dalam pemilihan
gubernur DKI 2017 lalu.
Sayangnya tidak sampai disitu Djarot yang meruapakan kader
PDIP melanjutkan perjuangannya untuk bertarung di SUMUT melawan bacol Edy
Rahmayadi. Dorongan partaipun menjadikan Djarot populer kembali meski tidak
rasional karena begitu jauh ia hijrah dari Jawa Timur menuju DKI lanjut ke
SUMUT. Lantas masyarakatpun bertanya-tanya mengapa ia sampai berani ambil
keputusan dan hijrah ke sumut untuk menjadi orang nomor 1 di SUMUT?
Dari segi hukum : UU pilkada tentang pemilihan Gubernur
telah disesuaikan sesuai kebutuhan dan sah sebagai Cagub Sumut.
Dari segi Norma : Tidak ada yang dipermasalahkan karena
setiap orang mempunyai hak memilih dan dipilih sesuai domisili masing-masing,
bahkan yang menarik yaitu wakilnya Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus (Sihar
Sitorus) yang merupakan seorang pengusaha sukses asal Sumatra Utara merupakan orang
asli suku Batak dan beagama Kristen.
Artinya Sumut lahir dari kebanyakan orang bersuku batak dan
tidak sedikit pula beragama kristen presentasenya suku batak adalah 41.93 % dan
suku jawa 32. 62 % dan sisanya suku lain.
Jadi sebenarnya pasangan Djarot Sihar Sitorus (DJOSS) sudah lengkap mewakili
imigran Jawa serta suku batak kebanyakan orang di SUMUT.
Lalu apa masalahnya yang menimpa Bacol ini? Mari kita bahas
kembali.
- Coba kita ingat kembali pada tanggal 27 juli 2015 Gubernur Sumut yang merupakan suku jawa terjerat kasus korupsi dana hibah dan dana bansos H. Gatot Pujo Nugroho diseret KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bersama istrinya yang di vonis 2,6 tahun oleh PN Jakarta dan Gatot divonis PN Medan enam tahun penjara, denda Rp 200 juta dan Jaksa mewajibkan terdakwa mengganti kerugian negara 2,8 Miliar subsider empat bulan kurungan
- Terlalu ambisiusnya Djarot dan partainya PDIP untuk menguasai suara Nasional hingga mendedikasikan pekerjaannya untuk rakyat SUMUT, padahal sebelumnya ia tidak mempunyai hubungan (chemistery) di daerah sumut.
2. Berkiprah di institusi TNI
3. Didukung banyak partai nasional baik incumbent dan oposisi
4. Dorongan #2019ganti presiden
5. #2019gantipresiden tidak berarti karena Edy diawasi dan di setir oleh partai koalisi merah putih/pemerintah. (Jokowi)
6. Yang bekerja galang suara adalah partai
Nah, dari kasus inilah mungkin masyarakat sumut merasa kesal
sehingga berpresepsi koruptor pada Gatot hingga tidak lagi sepenuhnya percaya pada
imigran.
Kesimpulan
:
Perbedaan
mendasar Paslon no.1 dan 2 adalah pada Bacol pemimpinnya yaitu Let Jend Purn Edy
Rahmayadi:
Kelebihan :
Kekurangan :
Sedangkan Drs. Djarot Saiful
Hidayat berkiprah, berpengalaman serta berkorban langsung kepada masyarakat:
1. Sudah berpengalaman dalam pemerintahan,
bagaimana berkomunikasi dengan rakyat dan mengetahui apa kebutuhan rakyatnya.
2. Predikat pendidikan baik
3. Menjunjung tinggi pancasila dengan bukti
berdampingan non muslim (Ahok) dan (Sihar Sitorus)
4. Ingin melawan korupsi di sumut.
5. Berbagai etnis, suku, agama adalah bagian
darinya.
Kekurangan:
1. Ambisius mengikuti perintah PDIP (Megawati)
Copy Writer: Egi Kurniawan
Pustaka:
https://eramas.id/pilkada-sumut/6-partai-politik-pengusung-dan-2-partai-politik-pendukung-edy-rahmayadi-dan-musa-rajekshah-eramas/
http://wikidpr.org/anggota/5403631742b53eac2f8ef74e
https://news.detik.com/berita/3531141/perjalanan-djarot-dari-wali-kota-blitar-hingga-gubernur-dki
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara
https://regional.kompas.com/read/2016/11/24/17291581/gatot.pujo.nugroho.divonis.6.tahun.penjara







0 komentar:
Posting Komentar