Sabtu, 25 Agustus 2018
Upaya Makar #2019ganti Presiden Hingga Emak-Emak Dimoblilisasi Gerakan Politik
16.45.00
No comments
Pandangan politik
pribadi.
Sebagai pengantar saya
ingat kata bung Karno yng mengatakan
“Perjuanganku Lebih Mudah
Karena Mengusir Penjajah, Tapi Perjuanganmu Akan Lebih Sulit Karena Melawan
Bangsamu Sendiri”
Ir. Soekarno
Belakangan ini para oknum
semakin berani dalam meluapkan ketidak tahuannya dalam berpolitik praktis, kita
lihat realitas bahwa presiden terpilih tidak dihargai oleh masyarakatnya
sendiri dalam tanda kutip “sebagian
orang yang kerdil dan sembunyi dibalik tempurung.”
Mereka tak sadari otaknya
yang beku atas doktrin satu sisi dan membuatnya radikal. Bangsa yang kian arif
atas keberagaman suku dianggap kelompok dan kepentingannya lah yang harus
diperjuangkan hingga memunafikkan saudara sebangsa setanah air, padahal
keberagaman dan perbedaan sudah diselesaikan oleh para pejuang dahulu kita yang
tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.
Lonceng belum berbunyi
kegaduhan sudah menjadi api. Aksi makar semakin membuat masyarakat resah dengan
bukti penolakan-penolakan terhadap kehadiran para kaum oposisi, contohnya Riziq
dihadang dikalimantan Barat 2017 lalu, Ratna Sarumpaet dan Rocki Gerung akhir-akhir
ini ditolak kehadirannya di bangka belitung. Fahri hamzah ditolak berceramah di
UGM, Ust, Felix Siau ditolak di Cimahi dan lain sebagainya. Karena kuat terindikasi
ajaran sesat dan radikal dan masih banyak contoh penolakan lainnya. Lalu
pertanyaannya mereka ini mewakili siapa? Apakah bawa-bawa nama rakyat lalu isi
otaknya untuk kepentingan rakyat? Atau hanya untuk popularitas, kegaduhan,
memecah belah bangsa?
Usikan ini membuat saya
sebagai manusia yang besar atas kebebasan merasa terdiskriminasi lewat jalur
serampangan. Seorang Waki ketua DPR dalan acar Ngopi Bareng di salah satu
tempat dimana seorang pemimpin RI dibesarkan berani memberikan konsep dan
narasi atas nilai buruk Presiden RI ke 7 yang saat ini menjabat.
Dia adalah kelompok manusia
yang ikut andil dalam aksi 212 , berdiri memberikan orasi seolah ada orang yang
mempunyai kekuasan layak dikebiri hak-haknya atas hukum. Tentu hal bukan by accident tapi harus dibongkar bahwa
pemikirannya yang konseratif membawa kegaduhan dalam berdemokrasi.
Hukum sudah berjalan,
melalui poros aturan perundang-undangan, tapi oknum yang kerdil tetap merampas
hak manusia lain dengan mengintervensi kasus humum yang sedang berjalan. Bagaimana
dengan kasus besar lain yang menyebabkan bangsa kita terpuruk? Karena otaknya selalu
melindungi kasus ketamakan sohibnya. berjalan dengan menyandung krikil yang
tajam dan akhirnya tersungkur.
Orang bersembunyi dibalik
jubah yang selalu menyuarakan peperangan, padahal bangsa kita tidak pernah
dilanda penidasan. Bahkan pada berbagai kejadian para mujahid-mujahid inilah
yang berhasil menyabut nyawa manusia tak bersalah tandakutip “Terorisme”. Duka terus
mengalir kepada keluarga korban, karena nyawanya terpaksa dicabut akibat kaum
mujahid. penyebab terorisme dianggap hal yang sepele, lagi-lagi para tempurung
selalu menyuarakan kebatuannya yang tidak berdasar.
Memebentangkan tulisan #2019ganti
presiden pada kesucian ibadah haji, masjid dipaksakan jadi kampanye politik.
lalu dimana ruang kenyamanan beribadah? Ruang dimana itu adalah hal yang sakral,
hanya ada urusan vertikal lalu dinodai dengan politik kekuasaan. Menuduh sang
penguasa mengkriminalisasi ulama. Dasarnya apa? Dasarnya adalah otak batu yang
membeku perlu diberi penanganan yang serius dengan bergaul bersama orang-orang
yang tak sama dengan otaknya yang kerdil.
Para manusia
berlomba-lomba menghina simbol negara, padahal dibalik itu ada misi kekuasaan
yang hina. Menghina orang lain lalu ia mengaggap dirinya paling mulia, tidak
dapat beradaptasi, menutup mata lalu berjalan dengan menyandung krikil yang
tajam.
Dimanakah letak
kesempurnaan manusia? Berbagai Filsuf mempunyai konsep bahwa kebenaran itu
tidak mutlak karena konsep pemikirannya tidak selalu abadi. Selalu ada
pembaharuan dalam berfikir dan mencari kebenaran karena sejatinya manusia tetap
manusia dan manusia pada dasarnya sama, mempunyai moralitas yang sama tinggal
bagaimana manusia menggunakannya.
Bagaimana dengan konsep
oposisi yang menaruh pada wanita hingga ikut campur masalah politik? Wanita
yang berjuang dalam politik tidak lagi dalam keadaaan dilarang, bahkan wanita
boleh ikut andil dan memperjuangkan hak-hak kaum hawa. Dalam politik nasioanal
banyak dikenal para pejuang hak-hak wanita, tapi bukan semata-mata memberikan konsep
agregasi pada calon presiden dan wakil presiden semata.
Ada disana pejuang kaum
wanita seperti politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka, aktivis Yenni
Wahid, Walkota Surabaya Tri Rismaharini, Mentri keuangan Sri Mulyani, Mentri
Kelautan Susi Puji Astuti, Menlu Retno Marsudi dan masih banyak lagi kaum
wanita yang berkarir dalam bidang politik dan pemerintahan.
Tapi masalahnya apakah mereka
memperjuangkan hak-hak wanita selama ini? Adakah keuntungan dari hal sikap
politik praktis mereka? Padahal seharusnya mereka mementingkan konsep
kesetaraan gender dan kaum hawa sehingga nantinya tidak dalam keadaan diskriminasi dari kaum laki-laki.










